Tinepo.com – Asal-muasal nama Hulondtalo atau ada yang menuliskannya dengan nama Hulonthalo yang kemudian dikenal menjadi Gorontalo, memiliki banyak versi sejarah yang melingkupinya.
Salah satu versi sejarah yang patut menjadi acuan, adalah versi atau pendapat yang menyebutkan, bahwa kata “Hulondtalo” merupakan istilah yang muncul dari lisan orang-orang Belanda ketika pertama kali menginjakkan kakinya di bumi Gorontalo
Mereka menyebut daerah ini sebagai “Hollandtalo” yang berarti negeri “Holland di Kerajaan Tallo” yang kemudian menjadi Hulondtalo dan dituliskan oleh orang Belanda sesuai dengan Ejaan Van Ophyusen menjadi Gorontalo yang dlafadzkan Horontalo”.
Penyebutan daerah ini menjadi “Holandtalo” oleh orang Belanda memiliki latar belakang, berdasarkan letak geografis Gorontalo dan fakta historis yang memiliki keterkaitan erat dengan kedatangan VOC Belanda yang lebih bangga mengidentikkan diri mereka sebagai Bangsa “Holland” daripada orang “Nederland”.
Selain itu, penamaan Gorontalo sebagai Holandtalo, juga terkait erat dengan penaklukan VOC Belanda terhadap Kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan.
Secara geografis, Gorontalo, khususnya Kota Gorontalo merupakan dataran rendah dengan ketinggian ± 0-500 M di atas permukaan laut.
Kondisi geografis ini, tidak berbeda jauh dengan Negeri Belanda yang sebagian besar wilayahnya, terdiri atas dataran rendah dengan ketinggian ± 321 m di atas permukaan laut.
Itu artinya, kondisi alam Gorontalo, khususnya Kota Gorontalo saat VOC Belanda datang, tidak jauh berbeda dengan kondisi geografis negeri Holland di Belanda yang mudah digenangi air, berada di tepi laut dan berada di sebuah lembah yang terdapat banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi dengan rawa-rawanya yang berstektur basah.
Sampai sekarang, masih bisa ditelusuri nama-nama kampung yang menggambarkan kondisi Kota Gorontalo ketika itu, seperti Kelurahan Ipilo, yakni nama pohon yang menjulang tinggi, Kel. Biawa’o, Kel. Talumolo, ada juga Tambuala dan sebagainya.
Bahkan jauh sebelum Belanda datang, di Gorontalo terdapat Linula atau kerajaan “Hulonthalangi” yang merupakan padanan dari “huta lohu-lohu, langi-langi” (dataran rendah yang tergenang) yang juga menjadi bukti, bahwa memang Gorontalo memiliki kemiripan dengan kondisi geografis negeri Holland di Belanda.
Kedua, Ditinjau dari segi bahasa, nama resmi negara Belanda adalah Nederland atau dalam Bahasa Inggris disebut Netherlands. “Neder artinya Rendah “Land”artinya” tanah atau daratan. Namun dibalik itu, negara ini, memiliki nama lain yang cukup populer di kalangan masyarakat Eropa, yakni dikenal sebagai negeri “Holland”.
Istilah ini berasal dari kosakata Portugis, Holanda, olanda atau dalam Bahasa Inggeris menjadi Hotland, yang artinya tanah atau negeri yang berpohon-pohon.
Istilah “Holland” kemudian diabadikan menjadi nama 2 Provinsi, yakni Provinsi Noord-Holland (Holland Utara) dan Zuid-Holland (Holland Selatan).
Bahkan mulai abad XVII orang-orang Nederland lebih bangga menyebut mereka sebagai bangsa “Holland” karena 2 Provinsi yang menyandang kata Holland di atas, lebih maju perekonomiannya, menjadi pusat kekuatan ekonomi dan maritim di seluruh dunia.
Tidak heran jika dalam perkembangannya istilah “Holland” lebih terkenal dibandingkan dengan “Nederland”.
Itulah sebabnya, nama-nama sekolah di Negeri Hindia Belanda atau di Indonesia sekarang sejak tahun 1901, dikenal dengan nama Hollandsch Indische School (HIS), Hollandsch Chineesche School (HCS) selain Hoogere Burger School (HBS), Meer Uitgebreid Lager Onderwijshs (MULO), AlgemeenaMiddlebare School (AMS) dan sebagainya.
Sementara Nama atau istilah “Belanda” hanya terkenal di Indonesia. Belanda berasal dari kata “Belahnde” (belah artinya memecah, nde artinya keluarga).
Hal ini merupakan hasil mudjakarah 50 ulama se rumpun Melayu yang didakan di jalan Pagar Alam, Muara Enim Sumatera Selatan pada tahun 1650.
Hasil Mudjakarah Ulama ini kemudian menyebar luas ke seluruh tanah jajahan sehingga ada semacam kesepakatan bersama untuk menyebut bangsa ini sebagai BELANDA, yakni negara yang dianggap pemecah belah bangsa terutama dari rumpun keluarga Melayu.
Dari uraian di atas, maka pendapat yang mengatakan awal mula nama “Hulondtalo” berasal dari kata “Holland-Talo” yakni negerinya Holland di Kerajaan Tallo mendekati kebenaran.
Artinya, jika dibandingkan dengan sejarah asal mula nama Gorontalo yang beredar selama ini yang hanya berupa mitos atau legenda karena tidak memiliki landasan historisnya, maka asal kata Hulondtalo yang berasal dari kata “Holandtalo”atau negeri Holland di kerajaan Tallo lebih mendekati kebenaran yang sesungguhnya.
Mengapa ada kata Talo? Pertanyaan ini juga memiliki jawaban dari fakta sejarah yang ada. Dalam banyak literatur disebutkan, sebelum melakukan ekspansi ke Gorontalo, Belanda terlebih dahulu berhasil menaklukkan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo di Makassar pada tahun 1667 yang ditandai dengan “Perjanjian Bungaya” pada 18 November 1667.
Kerajaan Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan besar yang juga disebut sebagai “Kerajaan Kembar” yang menjadi cikal bakal Kesultanan Makassar.
Namun kedua kerajaan ini, pernah terlibat konflik yang cukup panjang dan nanti berakhir pada tahun 1576, setelah adanya kesepakatan yang dikenal dengan Rua Karaeng se’re ata atau dua raja tapi satu orang, yakni Raja Gowa menjadi Sombawa (Raja tertinggi) dan Raja Tallo menjadi “pembicara buta” yang selalu terlibat aktif dalam perluasan wilayah.
Tidak heran jika kemudian, kerajaan Tallo memiliki wilayah kekuasaan hingga ke Sumbawa, Lombok, Kalimantan Timur, Maluku, Sulawesi Utara dan Timor.
Dari fakta historis ini, maka secara teritorial, wilayah Gorontalo sekarang, pada saat VOC Belanda masuk ke Gorontalo dianggap sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Tallo.
Lagi pula, semenjak perjanjian Bungaya, pemerintahan VOC Belanda untuk wilayah Sulawesi-Maluku-Sumbawa-Lombok-Kalimantan Timur berpusat di bekas Kerajaan Tallo, di mana saat itu Harun Arrasyid, Raja Tallo terakhir beserta keluarganya telah mengungsi ke Sumbawa.
Sebagai pusat kekuasaan VOC, maka setiap “Raja-Raja Boneka” yang dibentuk oleh Belanda di daerah-daerah taklukan di wilayah Sulawesi, Maluku, Ternate dan wilayah kekuasaan Gowa-Tallo, konon sebelum memerintah, terlebih dahulu dikukuhkan/dilantik oleh Gubernur Hindia Belanda yang berpusat di bekas Kerajaan Tallo.
Raja bentukan Belanda tersebut konon dipakaikan “Crown Pet”, yakni Topi kebesaran Raja yang menunjukkan bahwa raja dan rakyatnya tersebut telah takluk kepada Belanda.
Itulah sedikitnya uraian tentang asal mula nama Gorontalo (HULONDTALO) versi yang lain dan diharapkan menjadi referensi sejarah, dalam hal : Pertama, pemerintah dan masyarakat sudah saatnya untuk memulai menulis kata “Gorontalo” ke dalam bahasa aslinya dengan benar, yakni HULONDTALO bukan HULONTALO, HULONTHALO, HULONDALO atau HULONTDALO.
Kedua, dengan pemaknaan ini, maka Pemerintah dan masyarakat, dapat menyadari bahwa Gorontalo merupakan daerah yang rawan terhadap bencana banjir sehingga ke depan perlu upaya-upaya konkrit untuk pencegahannya.
Paling tidak, Pemerintah Kota Gorontalo, Kab. Gorontalo, Boalemo, Pohuwato, Gorontalo Utara dan Bone Bolango, perlu belajar dari cara atau metode negeri Kincir Angin dalam membangun dan menata kotanya yang sejauh ini mampu mengantisipasi resiko bencana alam dan malah menjadi pusat perhatian dunia karena keelokannya.
Dengan kata lain, pembangunan yang tengah digalakkan sekarang, ke depan tetap memprioritaskan aspek lingkungan yang lestari agar tidak memunculkan persoalan kemanusiaan di kemudian hari.
Selain itu dengan menyadari kondisi geografis Gorontalo yang rawan terhadap bencana banjir, diharapkan dapat memunculkan kesadaran kolektif masyarakat untuk berperan serta, minimal memiliki kesadaran yang tinggi, dalam menjaga kebersihan lingkungan, menjaga kebersihan sungai, saluran air dengan tidak membuang sampah sembarangan.(***)